Selasa, 18 Desember 2012

REZEKI TUHAN PUNYA LOGIKA SENDIRI

Pada suatu hari, Ibrahim bin Adham pergi berburu ke sebuah hutan. Setelah beberapa jam memburu hewan buruan, ia merasa lapar dan keletihan. Maka Ibrahim memilih untuk beristirahat sejenak. Ia buka perbekalan makanan yang dibawanya dan segera menyantap dengan lahap. Tiba-tiba, saat ia asyik menikmati roti kesukaannya, seekor gagak menyambar makanan di tangannya. D...
engan paruhnya yang tajam roti itu dibawa terbang ke angkasa.
Tentu saja peristiwa itu membuat Ibrahim bertanya-tanya. Ini adalah kejadian yang pertama kali terjadi dalam hidupnya, seekor gagak merebut makanan yang masih ada dalam genggaman
tangannya. Gagak itu seolah merasa tak berdosa, kepak sayapnya seolah mencibir Ibrahim yang kehilangan makan siangnya.

Saat gagak masih meliuk-liuk di sekitar tempat itu, timbul keinginan
Ibrahim bin Adham untuk membuntuti si gagak itu.
Gagak itu terbang meliuk-liuk melintasi lereng dan menghilang di balik bukit. Rasa penasaran Ibrahim membuatnya tak surut niat untuk mencarinya. Ia terus mendaki dan mendaki tepian lereng
yang dimungkinkan dapat melihat si gagak. Hingga usahanya pun tak sia-sia, ia kembali melihat gagak itu terbang di lereng bukit di depannya, maka segera ia percepat langkahnya.

Dalam radius 50 meter Ibrahim melihat seseorang di balik rerimbunan semak belukar. Ia mendekati orang itu dengan perasaan waswas, karena ia melihat tubuhnya terlentang di atas tanah dengan tangan dan kaki terikat. Lelaki itu tampak lunglai tak berdaya. Ibrahim semakin memberanikan diri untuk mendekat. Tak ada orang lain di sekitar lelaki malang itu. Ia segera membukakan ikatan tali pada tangan dan kaki lelaki itu sambil bertanya apa gerangan yang menimpa dirinya.

Lelaki itu menceritakan, “Aku adalah seorang pedagang yang bernasib malang. Aku telah dihadang para perampok. Harta benda milikku semuanya dirampas. Untung mereka tidak membunuhku. Aku hanya diikat dan dilemparkan ke tempat ini. Sudah tujuh hari aku terbelenggu di tempat ini. Setiap hari gagak itu datang kepadaku membawa sepotong roti dengan paruhnya, lalu dengan caranya ia memasukkan roti itu ke mulutku. Selama tujuh hari Allah Swt. sama sekali tidak membiarkan hamba-Nya kelaparan di tempat seperti ini.”

Akhirnya, Ibrahim bin Adham mengajak lelaki itu meninggalkan tempat itu. Ia memboncengkannya di atas kuda. Hatinya terbawa oleh perasaan haru karena peristiwa langka yang baru dilihatnya. Ibrahim membayangkan betapa Allah Swt. Mahakasih dan Maha Pemberi rezeki. Jiwanya mulai diterangi cahaya tobat yang terus menerus mempertanyakan dirinya. Hingga pada akhirnya, Ibrahim bin Adham menyatakan dirinya untuk bertobat, meninggalkan seluruh dosa-dosa yang pernah diperbuatnya, menyatakan penyesalan yang dalam, serta berusaha untuk meraih dan menggapai ridha Ilahi dengan ibadah dan ibadah.

Ia menjadi seorang sufi yang meninggalkan semua bentuk kehidupan duniawi. Seluruh budak-budak beliannya dimerdekakan dan seluruh harta bendanya diwakafkan untuk
kepentingan umat. bahkan, setelah pertobatan itu dimulai, Ibrahim bin Adham mengembara ke Mekkah untuk berhaji
dengan berjalan kaki, tanpa perbekalan harta atau makanan. Dengan hanya bermodalkan tongkatkayu namun dengan rasa tawakal yang luar biasa, Ibrahim bin Adham pergi ke Baitullah. Hingga kakinya menginjak Masjidil Haram, dia tak merasa lapar sedikit pun, kepasrahan dan tawakal dalam dirinya menguatkan jiwa dan raganya. Ia pun bersyukur atas semua anugerah yang diberikan Allah SWT kepadanya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar